Masa sekolah dasar adalah masa-masa awal saya lepas dari ketergantungan dari orang tua. Sedikit demi sedikit saya mulai melepaskan diri dari pengaruh orang tua saya. Saya mulai menyatakan pada mereka bahwa saya tidak mau ditunggu oleh mereka di sekolah. Saya mulai berangkat ke sekolah tanpa diantar. Dari rumah di daerah cipaganti, saya naik angkutan umum kijang hijau StHall-Ciumbuleuit, berhenti di Depan Jalan Sejahtera dan kemudian berjalan kurang lebih 100meter menyusuri jalan.
Ya, nama SD saya adalah SD Sejahtera. SD Negeri. SD Pemerintah. Anak-anak dari orang kebanyakan bersekolah disini. Maksud kebanyakan adalah orang tua kawan-kawanku berasal dari beragam kelas sosial di masyarakat, dari mulai anak pedagang kaya hingga pedagang ikan di pasar sederhana. Dari yang memiliki orangtua seorang dosen suatu kampus terkenal hingga salah stu orangtuanya bekerja di SD negeri yang bergaji sangat kecil. Dulu, saya belum terlalu mengerti tentang ini, sekarang sedikit banyak saya memahaminya. Saya memahami bahwa orang tua saya dahulu menyekolahkan saya ke suatu sekolah yang cukup bagus dengan lingkungan yang cukup heterogen sehingga saya bisa bergaul dari mulai anak orang kaya hingga yang miskin.
Saya sendiri mengkategorikan diri saya sebagai anak dari kelompok menengah. Mungkin tepat di tengah, kaena ayah saya seorang pegawai negeri, seorang dosen di sebuah universitas terkenal di daerah asal saya. Sedang Ibu saya adalah seorang perawat (bukan bidan) yang biasa bekerja di rumah sakit dan bergaul dengan para dokter dan pasien yang juga beragam. Penghasilan ayah saya adalah gajinya sebgai pegawai negeri serta tunjangan jabatan selama menjabat sebagai dosen. Dia sudah diangkat sebagai pegawai negeri sejak 1975, setahun sebelum saya lahir, tahun yang sama saat beliau menikahi ibu saya. Ibu saya berstatus pegawai negeri saat saya lahir, tetapi saat berada di bandung beliau berstatus pegawai satu klinik yang berada di bawah pembinaan perguruan tinggi.
Sandi dan Jimmi adalah dua sahabat saya sejak saya bisa mengungkapkan akta persahabatan. Indikasinya sangat sederhana, karena saya seringkali berjalan bersama mereka, duduk di bangku yang sama, beristirahat bersama dan membeli jajanan di warung belakang sekolah yang sama bersama-sama. Mungkin juga pertama kali menyenangi lawan jenis bersama, hahaha...namanya Riska. Kawan sekelas kami dahulu, mungkin sekarang sudah menikah tapi entah berada di mana. Sahabat-sahabat saya dulu yang jarang saya bertemu. Mungkin saya merasa sedikit canggung untuk menyebut bahwa saya pernah bersahabat dengan mereka karena sekian lama tak berjumpa, dan sekali berjumpa dengan Sandi tetapi dengan perasaan yang agak jauh dari persahabatan. Mungkin hanya pertemanan sekarang, bahkan mungkin sja sekedar seorang kenalan. Mengagumkan yang dilakukan oleh waktu dan jarangnya berinteraksi. Maafkan saya...Tapi saya tetap menganggap mereka sahabat-sahabat saya walau secanggung apapun perasaaan itu sekarang.
Kelas enam, kami berpisah ke sekolah yang berbeda. Saya masuk SMP 5, sandi SMP 9 sedangkan Jimmi bila saya tak salah masuk ke SMP 1. Entah yang lain. sejak itulah saya jarang lagi berkomunikasi dan berinteraksi dengan mereka. Karena saya tak tahu cara lain berkomunikasi selain berjumpa langsung pada waktu itu. Rumah kontrakan ayah saya tidak memiliki sambungan telepon walaupun Sandi dan Jimi memilikinya. Mungkin itu penyebabnya. Sementara saya pun mulai asik dengan kawan-kawan baru saya.
Kawan-kawan sejak masa SMP hingga kuliahlah yang hingga kini masih sering berinteraksi, karena walau berbeda tempat sekolah kemudian kami tetap mengadakan buka puasa bersama minimal setahun sekali, hingga kami diingatkan kembali satu sama lain. Dan kebanyakan kawan SMP saya bertemu kembali pada masa SMA dan masa kuliah.
Terlalu banyak nama yang harus saya sebutkan satu persatu tetapi sejak SMP saya benar-benar merasakan perkawanan yang berlangsung lebih lama. Bahkan hingga masa sekarang. Sebut saja Adjo, computer/electronic freak. Sekelas saat kelas 1 di SMP. Dengan dialah saya mengenal tetek bengek elekronik pertama kali. Membuat flip-flop, berjalan ke Plaza untuk membeli komponen elektronik. Kemudian masuk jurusan yang sama di kampus, dan sekarang kembali menekuni kecanduannya akan elektronik/computer dengan berprofesi sebagai hardware proyeker. Kelas 1 SMP lah pertama kali saya membaca enny arrow :P dan baru di kelas 2 SMP saya menonton film biru disanggar pramuka. hahaaha sudahlah,itulah sebagian yang membuat saya menjadi orang seperti sekarang ini. Karena sekali lagi, terlalu banyak nama yang harus saya sebutkan satu persatu. Suatu saat saya harus menuliskannya agar saya kembali dingatkan betapa beruntungnya saya memiliki kawan-kawan.
Ya, nama SD saya adalah SD Sejahtera. SD Negeri. SD Pemerintah. Anak-anak dari orang kebanyakan bersekolah disini. Maksud kebanyakan adalah orang tua kawan-kawanku berasal dari beragam kelas sosial di masyarakat, dari mulai anak pedagang kaya hingga pedagang ikan di pasar sederhana. Dari yang memiliki orangtua seorang dosen suatu kampus terkenal hingga salah stu orangtuanya bekerja di SD negeri yang bergaji sangat kecil. Dulu, saya belum terlalu mengerti tentang ini, sekarang sedikit banyak saya memahaminya. Saya memahami bahwa orang tua saya dahulu menyekolahkan saya ke suatu sekolah yang cukup bagus dengan lingkungan yang cukup heterogen sehingga saya bisa bergaul dari mulai anak orang kaya hingga yang miskin.
Saya sendiri mengkategorikan diri saya sebagai anak dari kelompok menengah. Mungkin tepat di tengah, kaena ayah saya seorang pegawai negeri, seorang dosen di sebuah universitas terkenal di daerah asal saya. Sedang Ibu saya adalah seorang perawat (bukan bidan) yang biasa bekerja di rumah sakit dan bergaul dengan para dokter dan pasien yang juga beragam. Penghasilan ayah saya adalah gajinya sebgai pegawai negeri serta tunjangan jabatan selama menjabat sebagai dosen. Dia sudah diangkat sebagai pegawai negeri sejak 1975, setahun sebelum saya lahir, tahun yang sama saat beliau menikahi ibu saya. Ibu saya berstatus pegawai negeri saat saya lahir, tetapi saat berada di bandung beliau berstatus pegawai satu klinik yang berada di bawah pembinaan perguruan tinggi.
Sandi dan Jimmi adalah dua sahabat saya sejak saya bisa mengungkapkan akta persahabatan. Indikasinya sangat sederhana, karena saya seringkali berjalan bersama mereka, duduk di bangku yang sama, beristirahat bersama dan membeli jajanan di warung belakang sekolah yang sama bersama-sama. Mungkin juga pertama kali menyenangi lawan jenis bersama, hahaha...namanya Riska. Kawan sekelas kami dahulu, mungkin sekarang sudah menikah tapi entah berada di mana. Sahabat-sahabat saya dulu yang jarang saya bertemu. Mungkin saya merasa sedikit canggung untuk menyebut bahwa saya pernah bersahabat dengan mereka karena sekian lama tak berjumpa, dan sekali berjumpa dengan Sandi tetapi dengan perasaan yang agak jauh dari persahabatan. Mungkin hanya pertemanan sekarang, bahkan mungkin sja sekedar seorang kenalan. Mengagumkan yang dilakukan oleh waktu dan jarangnya berinteraksi. Maafkan saya...Tapi saya tetap menganggap mereka sahabat-sahabat saya walau secanggung apapun perasaaan itu sekarang.
Kelas enam, kami berpisah ke sekolah yang berbeda. Saya masuk SMP 5, sandi SMP 9 sedangkan Jimmi bila saya tak salah masuk ke SMP 1. Entah yang lain. sejak itulah saya jarang lagi berkomunikasi dan berinteraksi dengan mereka. Karena saya tak tahu cara lain berkomunikasi selain berjumpa langsung pada waktu itu. Rumah kontrakan ayah saya tidak memiliki sambungan telepon walaupun Sandi dan Jimi memilikinya. Mungkin itu penyebabnya. Sementara saya pun mulai asik dengan kawan-kawan baru saya.
Kawan-kawan sejak masa SMP hingga kuliahlah yang hingga kini masih sering berinteraksi, karena walau berbeda tempat sekolah kemudian kami tetap mengadakan buka puasa bersama minimal setahun sekali, hingga kami diingatkan kembali satu sama lain. Dan kebanyakan kawan SMP saya bertemu kembali pada masa SMA dan masa kuliah.
Terlalu banyak nama yang harus saya sebutkan satu persatu tetapi sejak SMP saya benar-benar merasakan perkawanan yang berlangsung lebih lama. Bahkan hingga masa sekarang. Sebut saja Adjo, computer/electronic freak. Sekelas saat kelas 1 di SMP. Dengan dialah saya mengenal tetek bengek elekronik pertama kali. Membuat flip-flop, berjalan ke Plaza untuk membeli komponen elektronik. Kemudian masuk jurusan yang sama di kampus, dan sekarang kembali menekuni kecanduannya akan elektronik/computer dengan berprofesi sebagai hardware proyeker. Kelas 1 SMP lah pertama kali saya membaca enny arrow :P dan baru di kelas 2 SMP saya menonton film biru disanggar pramuka. hahaaha sudahlah,itulah sebagian yang membuat saya menjadi orang seperti sekarang ini. Karena sekali lagi, terlalu banyak nama yang harus saya sebutkan satu persatu. Suatu saat saya harus menuliskannya agar saya kembali dingatkan betapa beruntungnya saya memiliki kawan-kawan.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home